Sunday, May 13, 2007

pagelaran sasonosumewo
Setelah melewati alun-alun utara kita sampai di Bangsal Pagelaran Sasonosumewo. Di depan bangsal ini dapat ditemui suatu monumen yang bertinggi sekitar 6 meter, yang merupakan tugu peringatan 200 tahun berdirinya keraton Surakarta Hadiningrat. Tugu ini dinamakan Tugu Tomas Warso, berbentuk seperti sebuah bom sebagai peringatan pengeboman kota Solo oleh tentara Jepang pada tahun 1940-an.
Ketika baru pindah dari Kraton Kartosuro, Bangsal Pagelaran masih berupa bangunan darurat dari gedeg dengan alas belum diplester. Pada tahun 1913 M dimasa pemerintahan Sinuhun Pakubuwono ke-X bangsal tersebut dipugar, sehingga berwujud seperti bangunan yang dapat kita lihat seperti sekarang ini, dengan 48 pilar.
Di tengah-tengah Pagelaran ada sebuah bangsal kecil yang diberi nama bangsal Pangrawit.
Bangsal ini biasa dipergunakan Sinuhun kalau ada upacara, seperti upacara wisudaan para anggota sentono-dalem dan para pegawai-pegawai tinggi berpangkat bupati keatas. Upacara-upacara semacam ini dinamakan Miyos Tinangkil.

Di bangsal Pangrawit ada sebuah batu yang namanya Selo gilang, yang dipergunakan Sinuhun untuk bancik kaki. Selo gilang ini sudah ada sejak Panembahan Senopati di keraton Kota Gedhe.

Di sebelah kiri dan kanan pagelaran ada dua bangunan kecil yang dinamakan Pacikeran dan Pacekotan. Bandsal Pacekotan (melompat kegirangan) dipergunakan untuk upacara pemberian tanda kehormatan/ gelar kerajaan. Sementara bangsal Pacikeran (ciker, ketakutan) dipergunakan sebagai tempat untuk menjatuhkan hukuman.

Di dalam komplek Pagelaran ada pintu ke timur dan ke barat, masing-masing menuju ke Supit Urang Wetan dan Supit Urang Kilen. Keluar dari Pagelaran menuju ke selatan kita akan melewati pintu yang diberi nama Kori Wijil. Di depan pintu ini ada sebuah batu, dibawah batu ini ditanam kepala dari seorang gembong penjahat bernama Sandiman yang dihukum pancung.

Di kiri kanan kori widjil ada dua bangsal kecil yaitu Bangsal Singonagoro, yang biasa dipergunakan untuk memutusi perkara-perkara pidana, sedangkan yang lain dinamakan Bangsal Martolulutan dipergunakan untuk upacara-upacara pemberian hadiah kepada rakyat kecil.

Sitihinggil Lor
Setelah melewati Kori Widjil kita akan sampai di Siti Hinggil Binoto Waroto. Di dalam Siti Hinggil ini ada pendopo yang dinamakan Bangsal Sewojono/ Bangsal Ponconiti, dan di dalamnya ada bangsal kecil lagi yang dinamakan Bangsal Mangunturtangkil yang biasa dipergunakan untuk duduk Sinuhun waktu merayakan grebegan. Siti Hinggil yang juga biasa dinamakan sebagai Siti Bentaryang, dibangun oleh Sinuhun Paku Buwono ke-III pada tahun 1701 Jawi (1774 M).
Di komplek Siti Hinggil ada 5 bangsal lagi yaitu:
  • Bangsal Witono, yang dipergunakan sebagai tempat duduk para wanita pembawa tanda kebesaran raja ketika duduk di singasana di Sitihingil Lor. Tanda kebesaran Raja yang dibawa berupa Banyak Dalang, Sawung Galing, Ardo Waliko dan Kukutuk Mino. Ditengah Bangsal Witono dapat dijumpai krobongan tempat menyimpan meriam Nyai Setomi.
  • Bale Angun-angun dipakai untuk menempatkan gamelan Kyahi Kanigoro, dengan gong kuno bernama Kyahi Surak. Pada hari biasa bangsal ini dipakai untuk duduk para pegawai dan abdi dalem Gandhek tengen dan Sorogeni.
  • Bale Gandhekan Tengen dipakai untuk menempatkan gamelan yang memainkan komposisi Kodok ngorek untuk mengiringi jalannya prosesi Garebek dengan gong Kyahi Sekar Delimo.
  • Bangsal Balebang yang dipakai untuk menyimpan pusaka-pusaka berupa gamelan diantaranya Gamelan Patalon Singokrungu (gamelan Setu), Munggang, Gamelan Kodok Ngorek Kyahi Panji, Gamelan Corobalen Kyai Rendang (Prajutit Baki), Gamelan Gento (dapat memainkan komposisi gamelan jawa maupun orkestra eropa), Kyai Sukasih, Kyai Pamesih dan Gamelan Santiswara.
  • Bangsal Gandhekan Kiwo, berfungsi sama dengan Bangsal Gandhekan Tengen.
Di komplek Siti Hinggil dan sekitarnya akan kita temui beberapa meriam pusaka yang masing-masing ada namanya, yaitu :
  • Kyai Poncoworo, pernah dipakai oleh Sinuhun Mangkurat Agung, dibuat pada tahun 1645 M.
  • Kyai Santri, dibuat pada tahun 1650 M.
  • Kyai Syuhbrasto dan Kyai Segorowono, kedua meriam ini bermakna kesedihan Pakubuwono VII karena kehilangan kekuasaan atas laut dan hutan
  • Kyai Brinsing dari Siam (sekarang Thailand).
  • Kyai Bagus dan Kyai Alus dari Jenderal Van der Leen.
  • Kyai Nakulo dan Kyai Sadewo, pemberian V.O.C
  • Kyai Kumborowo, Kyai Kumborawi dan Kyai Kadalbuntung dari Zaman Mataram.

No comments: