Wednesday, May 16, 2007

Pamedan mangkunegaran











































Pamedan

Puro Mangkunagaran dibangun pada tahun 1757, dua tahun setelah dilaksanakan Perundingan Gijanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said memberontak dan akhirnya atas dukungan sunan lahirlah Perjanjian Salatiga yang isinya Pangeran Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan sendiri. Raden Mas Said memakai gelar KGPAA Mangkunegoro I dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian sungai Pepe di pusat kota yan sekarang bernama Solo.





Puro Mangkunagaran yang sebetulnya awalnya lebih tepat disebut sebagai tempat kediaman pangeran daripada istana, dibangun mengikuti model keraton tetapi bentuknya lebih kecil. Bangunan ini memiliki ciri arsitektur yang sama dengan kraton, yaitu pada keberadaan pamedan, pendopo agung, paringgitan, dalem ageng dan keputren, yang seluruhnya dikelilingi oleh tembok yang kokoh.
Seperti halnya bangunan utama di Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta, Puro Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu.






Begitu memasuki pintu gerbang utama pura tampaklah Pamedan, yaitu suatu lapangan luas tempat berlatih prajurit pasukan Mangkunegaran. Di sebelah timur lapangan pamedan dapat dijumpai bangunan bekas kantor pusat pasukan berkuda pura Mangkunegaran, yang disebut Gedung Kavaleri.

Puro Mangkunagaran dibangun pada tahun 1757, dua tahun setelah dilaksanakan Perundingan Gijanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said memberontak dan akhirnya atas dukungan sunan lahirlah Perjanjian Salatiga yang isinya Pangeran Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan sendiri. Raden Mas Said memakai gelar KGPAA Mangkunegoro I dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian sungai Pepe di pusat kota yan sekarang bernama Solo.





Puro Mangkunagaran yang sebetulnya awalnya lebih tepat disebut sebagai tempat kediaman pangeran daripada istana, dibangun mengikuti model keraton tetapi bentuknya lebih kecil. Bangunan ini memiliki ciri arsitektur yang sama dengan kraton, yaitu pada keberadaan pamedan, pendopo agung, paringgitan, dalem ageng dan keputren, yang seluruhnya dikelilingi oleh tembok yang kokoh.
Seperti halnya bangunan utama di Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta, Puro Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu.






Begitu memasuki pintu gerbang utama pura tampaklah Pamedan, yaitu suatu lapangan luas tempat berlatih prajurit pasukan Mangkunegaran. Di sebelah timur lapangan pamedan dapat dijumpai bangunan bekas kantor pusat pasukan berkuda pura Mangkunegaran, yang disebut Gedung Kavaleri.

No comments: