MUSEUM | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Thursday, May 17, 2007
MUSEUM KRATON SOLO
Wednesday, May 16, 2007
Pamedan mangkunegaran
| ||||||||||||||||||||||||||
Puro Mangkunagaran dibangun pada tahun 1757, dua tahun setelah dilaksanakan Perundingan Gijanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said memberontak dan akhirnya atas dukungan sunan lahirlah Perjanjian Salatiga yang isinya Pangeran Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan sendiri. Raden Mas Said memakai gelar KGPAA Mangkunegoro I dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian sungai Pepe di pusat kota yan sekarang bernama Solo. | ||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||
Seperti halnya bangunan utama di Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta, Puro Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu. | ||||||||||||||||||||||||||
|
Pendopo agung mangkunegaran
Pendopo agung | ||||
| ||||
Seluruh bangunan Pendopo Agung didirikan tanpa menggunakan paku. Di dalam pendopo ini terdapat empat set gamelan, satu digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus. | ||||
| ||||
Hiasan langit-langit pendopo yang bernama Kumudawati berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa. Dibuat pada masa KGPAA Mangkoenagoro VII tahun 1937, oleh arsitek Belanda Thomas Karsten. Pada lukisan ini terdapat lambang 12 bintang dalam astrologi dan 8 kotak yang masing-masing memiliki warna dan makna yang berbeda, yaitu : | ||||
| ||||
Ndalem Ageng mangkunegaran
Ndalem Ageng | ||
| ||
Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenunan sutera, yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunegaran dan benda-benda seni. Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat tempat kediaman keluarga mangkunegaran. Tempat ini, yang masih memiliki suasana tenang bagaikan di rumah pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung berkicau, patung-patung klasik model eropa, serta kupu-kupu yang berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak dibawah sinar matahari. | ||
| ||
| ||
Masjid Mangkunegaran
Masjid Mangkunegaran | |||
| |||
| |||
Masjid Mangkunegaran terdiri dari : | |||
| |||
|
Sunday, May 13, 2007
.: Tentang Solo | ||
| ||
Kemudian dibangunlah keraton baru di Solo, 20 km ke arah selatan-timur dari Kartasura, pada 1745. Disusul kemudian lahirnya Perjanjian Giyanti (1755), yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dengan rajanya Paku Buwono II, dan Kasultanan Jogjakarta dengan rajanya Hamengku Buwono (HB) I. Keraton dan kota Jogjakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan kota Solo yang lebih dulu dibangun. Pada tahun 1757, dua tahun setelah Perundingan Gijanti, Kerajaan Surakarta terbagi lagi setelah Pangeran Raden Mas Said memberontak dan akhirnya atas dukungan Susuhunan lahirlah Perjanjian Salatiga yang isinya Pangeran Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan sendiri, dengan nama Pura Mangkunegaran. | ||
Berbeda dengan posisi keraton di Jogjakarta, Kraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran memiliki fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya jawa. Bertempat di Kraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran, masyarakat dapat mengikuti dan berperan serta dalam berbagai kegiatan budaya. Dikedua istana itulah kepribadian dan jati diri Solo tetap terjaga. Perubahan fungsi itu disebabkan oleh banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan oleh kelompok komunis yang tidak menyukai sistem monarki kraton pada saat pemerintahan resmi NKRI mengakui Solo sebagai Daerah Istimewa Surakarta. Pengakuan ini merupakan response dari Presiden Soekarno ketika Susuhunan dan Mangkunegara memberikan pengakuan mereka atas kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 dan menyatakan diri berdiri di belakang republik. | ||
| ||
Banyak tumbuh produsen dan pedagang batik yang sukses, dan mereka berlomba membangun rumah mewah di perkampungan yang padat itu. Akibatnya, Kauman menjadi penuh dengan berbagai rumah gedongan yang berdesakkan, dan menyisakan gang yang sangat sempit bagi pejalan kaki. Jika Kauman terletak di sisi barat depan alun-alun utara, di sisi timurnya terletak perkampungan Pasar Kliwon, kawasan permukiman warga keturunan Arab. Di Solo, warga keturunan Arab yang bermukim di kawasan Pasar Kliwon biasa dipanggil Encik Sar Kliwon. Banyak warga Arab yang sukses berdagang batik, sehingga kawasan ini juga dipenuhi dengan rumah gedongan. | ||
| ||
| ||
.: Solo, kota pertama | ||
Berikut ini kejadian yang turut mewarnai sejarah bangsa Indonesia yang dilaksanakan di Solo : | ||
|
KERATON SOLO
sitihinggil kidul | ||
| ||
| ||
Alun-Alun Kidul | ||
| ||
Pada tahun 1932, Sunan Pakubuwono X, menambahkan pintu gerbang di sebelah selatan Gapura Gading, dengan bentuk mengikuti bentuk gerbang masuk Alun-Alun Kidul dari arah barat dan timur. Ketiga gerbang di Alun-Alun Kidul ini dikenal dengan sebutan Tri Gapurendro , gapura terakhir yang ditambahkan oleh Sunan Pakubuwono X inilah yang saat ini dikenal masyarakat sebagai Gapura Gading. | ||
pendopo magangan | |||
Setelah memasuki seluruh area kedaton, sebelum sampai di Sri Manganti kidul kita akan jumpai suatu tempat perkantoran, yaitu kantor “Pengageng Parentah Keraton” (kepala pemerintahan keraton) dan Sasono Pustoko, yaitu sebuah tempat untuk menyimpan arsip-arsip dan buku-buku keraton. | |||
| |||
Di sebelah selatannya ada pelataran lagi yang di kiri kanannya ada perkantoran prajurit, kantor intendans dan lain-lain. Di tengah-tengah Pendopo Magangan ada bangsal untuk pisowanan Abdi Dalem wanita (keputren). Di bagian luar Sri Manganti kidul terdapat pacaosan Keparak. | |||
kori Gadungmlati, kamandungan dan brojonolo kidul | |||
Keluar dari area Magangan, melalui pintu Kori Gadung Mlathi/ Saleko/ Sembagi kita akan menjumpai pelataran Kamandungan Kidul. Kata Gadungmlati (putih dan hijau) bermakna simbolis hubungan kraton dengan ratu penguasa laut selatan. Saleko bermakna persatuan dengan Sang Hyang Tunggal. Sedangkan kata Sembagi bermakna bersatunya semua warna menjadi warna putih. | |||
| |||
| |||
kraton kilen | ||
| ||
| ||
Di bagian barat dari kedhaton ada halaman yang dinyatakan angker, wingit, namanya Bandengan. Sebagimana namanya di dalam Bandengan ada sebuah blumbang (kolam) besar yang ada ikan mas dan ikan gurami dengan puluhan burung meliwis. Dahulu juga memelihara beberapa ekor buaya, selanjutnya juga ada masjid kagungan dalem yang namanya Masjid Pujosono dan sebuah bangunan yang namanya Mantenan, tempat untuk membersihkan wesi aji dan juga tempat dimana Sinuhun “medar sabdo“ memberi wejangan, untuk pengunjung yang jumlahnya terbatas. Di halaman bandengan disimpan sebuah batu meteror yang jatuh pada awal abad 20 di sekitar Prambanan, batu meteor mengandung fero-nikkel, karenanya sangat baik untuk dipakai sebagai bahan pamor wesi aji. Di sebelah bandengan ada tempat yang dinamakan Langensari untuk memelihara kuda-kuda besar kelangenan Sinuhun. Selain bandengan bagian-bagian lain di keraton yang dinyatakan wingit, sehingga orang harus hati-hati kalau memasukinya adalah Siti Hinggil, Panggung Songgobuwono, Dalem Ageng Proboyekso serta Sanggar Pamujan. |
kori brojonolo lor | ||||||||
Keluar dari Siti Hinggil ke arah selatan kita melewati dua pintu lagi yang dinamakan Kori Renteng dan Kori Mangu (renteng = pertentangan dalam hati, mangu = ragu-ragu). | ||||||||
| ||||||||
Di atas pintu kori diberi tanda sengkalan memet berupa kulit sapi persegi: “Lulang sapi siji = wolu ilang sapi siji” (1708 atau 1782 M), yaitu jaman Pakubuwono III. Di kiri kanan pintu, baik yang disebelah luar maupun yang disebelah dalam ada bangsal-bangsal kecil. Di sebelah luar pintu ada bangsal Pacaosan Abdi Dalem Brajanala Kiwa dan Tengen. Di sebelah dalam pintu ada bangsal Pacaosan Abdi Dalem Wisamarta Kiwa dan Tengen (wiso = bisa , marto = penawar). Bangsal-bangsal ini dipergunakan untuk para abdi dalem yang sedang bertugas jaga. Di atas pintu Brodjonolo di sebelah timur ada lonceng besar yang biasa disebut Jam Panggung, lonceng itu sampai sekarang masih dibunyikan. | ||||||||
kori kamandungan | ||||||||
Melalui pintu masuk Brodjonolo ini kita sampai di pelataran yang dinamakan Pelataran Kamandungan, disebelah kiri dan kanan pelataran ada dua brak. Brak di sebelah timur dipergunakan untuk prajurit-prajurit n’jobo (luar) sebagai penjaga bagian luar keraton dan brak di sebelah barat dipergunakan untuk prajurit-prajurit Belanda. | ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
kori srimanganti | ||||||||
Di belakang kori Kamandungan kembali akan kita jumpai suatu pelataran yang disebut Sri Manganti. Di kanan kiri Sri Manganti ada 2 bangunan bangsal. Bangsal di sebelah timur dinamakan Bangsal Mercukondo, bangsal ini dipergunakan untuk: | ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
panggung songgobuwono | ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
Mendengar bunyi selompret para pangeran yang tadinya duduk menunggu di Serambi Untorosono, akan bersiap menjemput para tamu di halaman Sri Manganti. Pada masa keadaan belum aman pada abad ke-18 dan 19 selompret dibunyikan sebagai komando pasukan berkuda, yang selalu siap di halaman Kamandungan, untuk menyerbu jika seandainya ada musuh yang sudah berhasil memasuki alun-alun atau melalui jalan supit-urang yang ada di kiri kanan Siti Hinggil. | ||||||||
pagelaran sasonosumewo | ||||||
Setelah melewati alun-alun utara kita sampai di Bangsal Pagelaran Sasonosumewo. Di depan bangsal ini dapat ditemui suatu monumen yang bertinggi sekitar 6 meter, yang merupakan tugu peringatan 200 tahun berdirinya keraton Surakarta Hadiningrat. Tugu ini dinamakan Tugu Tomas Warso, berbentuk seperti sebuah bom sebagai peringatan pengeboman kota Solo oleh tentara Jepang pada tahun 1940-an. | ||||||
| ||||||
Bangsal ini biasa dipergunakan Sinuhun kalau ada upacara, seperti upacara wisudaan para anggota sentono-dalem dan para pegawai-pegawai tinggi berpangkat bupati keatas. Upacara-upacara semacam ini dinamakan Miyos Tinangkil. Di bangsal Pangrawit ada sebuah batu yang namanya Selo gilang, yang dipergunakan Sinuhun untuk bancik kaki. Selo gilang ini sudah ada sejak Panembahan Senopati di keraton Kota Gedhe. | ||||||
Di sebelah kiri dan kanan pagelaran ada dua bangunan kecil yang dinamakan Pacikeran dan Pacekotan. Bandsal Pacekotan (melompat kegirangan) dipergunakan untuk upacara pemberian tanda kehormatan/ gelar kerajaan. Sementara bangsal Pacikeran (ciker, ketakutan) dipergunakan sebagai tempat untuk menjatuhkan hukuman. Di dalam komplek Pagelaran ada pintu ke timur dan ke barat, masing-masing menuju ke Supit Urang Wetan dan Supit Urang Kilen. Keluar dari Pagelaran menuju ke selatan kita akan melewati pintu yang diberi nama Kori Wijil. Di depan pintu ini ada sebuah batu, dibawah batu ini ditanam kepala dari seorang gembong penjahat bernama Sandiman yang dihukum pancung. Di kiri kanan kori widjil ada dua bangsal kecil yaitu Bangsal Singonagoro, yang biasa dipergunakan untuk memutusi perkara-perkara pidana, sedangkan yang lain dinamakan Bangsal Martolulutan dipergunakan untuk upacara-upacara pemberian hadiah kepada rakyat kecil. | ||||||
Sitihinggil Lor | ||||||
| ||||||
| ||||||
| ||||||
Di komplek Siti Hinggil dan sekitarnya akan kita temui beberapa meriam pusaka yang masing-masing ada namanya, yaitu : | ||||||
| ||||||
Alun-Alun Lor | ||
| ||
| ||
Pekapalan dan Pewatangan | ||
| ||
Bale tersebut diantaranya adalah Gedong Kiwo, Keparak Kiwo, Jekso, Penumping, Paseban Pemajegan, Kadipaten Anom, Bumi gede, Keparak tengen, Gedong Tengen dan Bangsal Patalon. Bangunan-bangunan ini sekarang dipergunakan sebagai kios penjual cindera-mata. | ||
| ||
Tugu Pamandengan | ||
| ||
Gapura gladhaG | ||
| ||
Di depan gapura, di sebelah kiri dan kanannya, berdiri dua buah arca kembar besar. Arca yang berwujud raksasa ini dinamakan Arca Pandhito Yakso, yang dibuat di Pandansimping Klaten. Pada jaman dahulu tempat di belakang Gapura Gladhag dipergunakan sebagai tempat mengekang binatang-binatang hasil perburuan sebelum disembelih. Makna simbolis yang ada di area Gladhag adalah manusia yang ingin mendapatkan kekuatan fisik dan spiritual harus mampu menahan dan mengekang hawa nafsu. Sebelum memasuki alun-alun utara kita melewati lagi gapura yang kedua dan ketiga, yang dinamakan Gapura Pamurakan, tempat ini dihiasi dengan motif dekorasi api dan matahari. Di tempat ini dulu dilakukan pemotongan hewan hasil perburuan seperti babi hutan, menjangan dan lain-lain untuk dibagikan pada rakyat. Tempat penyembelihan yang disebut Centheng dan berusia lebih dari 500 tahun, masih dapat ditemui sampai sekarang. Makna simbolis dari area ini adalah manusia harus mampu menahan/ membunuh emosi dan amarah. Di sebelah selatan Gapura Pamurakan ditanam pohon beringin. Yang di sebelah kiri diberi nama Weringin Wok, yang artinya perempuan, sedangkan yang di sebelah kanan diberi nama Weringin Djenggot yang artinya laki-laki. Kedua pohon beringin ini pada jaman dahulu dipergunakan sebagai tempat istirahat prajurit Bang Wetan dan Bang Kulon. |
Masjid agung | ||
Di sebelah barat alun-alun utara ada sebuah masjid yang diberi nama Masjid Agung Surokarto Hadiningrat. | ||
| ||
Bangunan Masjid Agung terdiri dari : | ||
| ||
| ||
Di podium masjid terdapat tulisan “rukuning Islam iku limang prakara”, di sebelahnya lagi ada ukiran kayu dengan kaligrafi yang dibuat pada jaman Pakubuwono III (tahun Wawu 1769). | ||